Motto....

Satu hari tidak belajar, itu kesalahan...!! Tiga hari tidak belajar, itu kemunduran...!! Dengan kita membiasakan belajar sesuatu yang baru setiap hari maka kehidupan kita akan lebih sukses dan lebih bernilai.....,,

Kamis, 25 November 2010

PENGARUH PENGETAHUAN TERHADAP PERILAKU KONSUMEN

A. Pengetahuan dan Evaluasi Produk

Pemasar mutlak perlu memeriksa apa yang sudah diketahui oleh konsumen, karena pengetahuan ini adalah faktor penentu utama dari perilaku konsumen. Apa yang konsumen beli, di mana mereka membeli, dan kapan mereka membeli akan bergantung pada pengetahuan yang relevan dengan keputusan ini.

Pengertian tentang pengetahuan konsumen juga penting bagi para pembuat kebijakan masyarakat. Hal ini ditujukan untuk melindungi konsumen yang “tidak memiliki informasi.” Bila konsumen dinilai tidak memiliki informasi yang cukup untuk membuat “pilihan berdasarkan informasi,” pembuat kebijakan dapat mengesahkan undang-undang yang mengharuskan penyingkapan informasi yang sesuai.

Secara umum, pengetahuan dapat didefinisikan sebagai informasi yang disimpandi dalam ingatan. Himpunan bagian dari informasi total yang relevan dengan fungsi konsumen di dalam pasar disebut pengetahuan konsumen.

B. Isi Pengetahuan

Psikologi kognitif mengemukakan bahwa ada dua jenis pengetahuan dasar, yaitu:

1. Pengetahuan Dekleratif (Declarative Knowledge), melibatkan fakta subjektif yang sudah diketahui. Pengetahuan ini dibagi menjadi dua katagori, yaitu:

  • Pengetahuan Episodik (Episodic Knowledge), melibatkan pengetahuan yang dibatasi dengan lintasan waktu.
  • Pengetahuan Semantik (Semantic Knowledge), mengandung pengetahuan yang digeneralisasikan yang memberi arti bagi dunia seseorang.

2. Pengetahuan Prosedural (Procedural Knowledge), mengacu pada pengertian bagaimana fakta ini dapat digunakan. Fakta ini bersifat subjektif dalam pengertian bahwa fakta tersebut tidak perlu sesuai dengan realitas objektif.

Pengetahuan konsumen di dalam tiga bidang umum, yaitu:

1. Pengetahuan produk (product knowledge), bagaimana konsumen memahami seluk beluk dari barang yang akan dibelinya.
2. Pengetahuan pembelian (purchase knowledge), bagaimana pengaturan konsumen dalam membeli suatu barang, perhatian akan harga akan sangat diperhatikan.
3. Pengetahuan pemakaian (usage knowledge), konsumen harus mengerti tentang kegunaan, kelebihan, dan akibat dari barang yang akan dipakainya.

C. Pengetahuan Produk

Pengetahuan produk mencakupi:
  1. Kesadaran akan katagori dan merek produk di dalam katagori produk.
  2. Terminologi produk
  3. Atribut atau ciri produk
  4. Kepercayaan tentang katagori produk secara umum dan mengenai merek spesifik.
Informasi pengetahuan produk dapat diperoleh melalui analisis kesadaran konsumen dan citra dari merek.

a. Analisis Kesadaran

Hal yang lazim untuk menilai kesadaran merek adalah ukuran kesadaran “puncak pikiran.” Merek yang akrab dengan konsumen merupakan perangkat kesadaran (awareness net). Jelaslah, sulit untuk menjual produk yang “tidak dikenal.” Sebagai akibatnya, sasaran pemasaran yang penting adalah memindahkan merek ke dalam perangkat kesadaran. Peningkatan kesadaran adalah sasaran utama dari iklan yang muncul.
  • Contoh: konsumen akan lebih mudah menyebutkan merek pasta gigi tertentu karena iklannya yang menarik dari segi konsep iklan, yang bercerita mengenai ayah dan anak sedang menggosok gigi dan si anak di takut-takuti dengan adanya monster yang akan menyerang gigi bila malas gosok gigi.


b. Citra Merek

Pemasar juga berkepentingan dengan kepercayaan yang dianut oleh konsumen dan menentukan suatu citra merek. Pemeriksaan pengetahuan konsumen mengenai sifat objek dikenal sebagai analisis citra (image analysis).
  • Contoh: produsen sabun cuci bubuk yang menempatkan produknya sebagai sabun cuci bubuk yang ampuh menghilangkan noda, mencerahkan warna pakaian, serta memutihkan pakaian yang kusam dibandingkan produk sabun cuci bubuk lain.


D. Pengetahuan Harga

Salah satu aspek pengetahuan produk yang patut di khususkan adalah aspek yang melibatkan harga produk.
Keputusan penetapan harga oleh eksekutif pemasaran mungkin pula bergantung kepada persepsi mereka mengenai berapa baik konsumen mendapatkan informasi mengenai harga. Pemasar akan lebih dimotivasi untuk menekan harga dan berespons terhadap potongan harga kompetitif bila mereka percaya konsumen banyak mengetahui tentang harga yang ditetapkan di dalam pasar.

Sebaliknya, tingkat pengetahuan yang rendah mengenai harga memungkinkan pemasar kurang memperhatikan tentang perbedaan harga yang berarti sehubungan dengan pesaing. Bila konsumen sebagian besar tidak mengetahui tentang perbedaan harga relatif., pemasar dapat mengeksploitasi ketidaktahuan ini melalui harga yang lebih tinggi.

E. Pengetahuan Pembelian

Mencakupi bermacam potongan informasi yang dimiliki konsumen yang berhubungan erat dengan pemerolehan produk. Dimensi dasar dari pengetahuan pembelian (purchase knowledge) melibatkan informasi berkenaan dengan:

1. Keputusan tentang dimana produk tersebut harus dibeli

Masalah mendasar yang harus diselesaikan oleh konsumen selama pengambilan keputusan adalah dimana mereka harus membeli suatu produk. Banyak produk dapat diperoleh melalui saluran yang sangat berbeda. Sabun cuci, misalnya, dapat dibeli dengan mengunjungi pasar tradisional, toko eceran, maupun supermaket.
Pengetahuan pembelian juga mencakup informasi yang dimiliki konsumen mengenai lokasi produk di dalam lingkungan eceran. Satu aspek dari pengetahuan lokasi ini melibatkan informasi konsumen mengenai toko mana yang menjual produk mana. Satu lagi dimensi lain berhubungan dengan pengetahuan mengenai dimana produk tersebut sebenarnya terletak didalam toko.

Pengetahuan mengenai lokasi produk di dalam toko dapat mempengaruhi perilaku pembelian. Bila konsumen tidak akrab dengan sebuah toko, maka konsumen lebih mengandalkan informasi di dalam toko dan peraga untuk mengidentifikasi lokasi produk. Pengolahan stimulus dalam toko yang meningkat mungkin mengaktifkan kebutuhan atau keinginan yang sebelumnya tidak dikenali, sehingga menghasilkan pembelian yang tidak direncanakan.

2. Kapan pembelian harus terjadi
Kepercayaan konsumen mengenai kapan membeli adalah satu lagi komponen yang relevan dari pengetahuan pembelian. Konsumen yang mengetahui bahwa suatu produk secara tradisional dijual selama waktu tertentu mungkin menunda pembelian hingga waktunya tiba.

F. Pengetahuan Pemakaian

Pengetahuan pemakaian (usage knowledge) mencakupi informasi yang tersedia di dalam ingatan mengenai bagaimana suatu produk dapat digunakan dan apa yang diperlukan agar benar-benar menggunakan produk tersebut. Konsumen mungkin mengetahui untuk apa sebuah kompor listrik dapat digunakan, tetapi tidak mengetahui bagaimana mengoperasikan produk tersebut.

Kecukupan pengetahuan pemakaian konsumen penting karena berbagai alasan. Pertama, konsumen tentu saja lebih kecil kemungkinanya membeli suatu produk bila mereka tidak memiliki informasi yang cukup mengenai bagaimana menggunakan produk tersebut. Upaya pemasaran yang dirancang untuk mendidik konsumen tentang bagaimana menggunakan produk pun dibutuhkan.

Penghalang serupa bagi pembelian terjadi bila konsumen memiliki informasi yang tidak lengkap mengenai cara-cara yang berbeda atau situasi dimana suatu prodk digunakan. Penemuan kemampuan aspirin untuk mengurangi resiko serangan jantung mendorong Bayer untuk menginformasikan konsumen mengenai pemakaian obat ini.

G. Organisasi Pengetahuan

Banyak teori mengenai organisasi ingatan, literatur yang ada sebagian besar mendukung pandangan mengenai ingatan yang diorganisasikan dalam bentuk jaringan asosiatif (associative network). Menurut konsep jaringan asosiatif ini, ingatan terdiri dari serangkaian nodus (yang menggambarkan konsep) dan penghubung (yang menggambarkan assosiasi atau hubungan di antara nodus-nodus).

Kombinasi berbagai nodus di dalam ingatan menghasilkan unit pengetahuan yang lebih kompleks. Penghubung di antara nodus membentuk suatu kepercayaan atau proposisi. Proposisi suatu kepercayaan ini pada gilirannya dapat dikombinasikan untuk menciptakan struktur pengetahuan tingkat tinggi yang disebut skema. Salah satu jenis skema, yang dikenal sebagai skip (script), berisikan pengetahuan mengenai urutan tindakan temporal yang terjadi selama suatu peristiwa. Skema dan skip memainkan peranan penting selama pengolahan informasi. Pada dasarnya, pengaktifan skema atau skip selama pengolahan stimulus yang baru masuk mengurangi upaya kognitif yang diperlukan untuk mendefinisikan apa stimulusnya dan bagaimana orang bersangkutan harus berespons terhadapnya.

H. Pengukuran Pengetahuan

Cara yang paling nyata dalam mengukur pengetahuan adalah menilai secara langsung isi ingatan. Pengukuran pengetahuan objektif (objective knowledge) adalah pengukuran yang menyadap apa yang benar-benar sudah disimpan oleh konsumen di dalam ingatan.

Pilihan akhir untuk menilai pengetahuan adalah dengan menggunakan ukuran pengetahuan subjektif (subjective knowledge). Pengukuran ini meyadap persepsi konsumen mengenai banyaknya pengetahuan mereka sendiri. Pada dasarnya, konsumen diminta untuk menilai diri mereka sendiri berkenaan dengan pengetahuan atau keakrabban.

SUMBER

Engel, J. F, Blackwell, R.D, Miniard, P.W. (1995). Perilaku konsumen jilid 2. Jakarta : Binarupa Aksara.

Rabu, 17 November 2010

KETERLIBATAN DAN MOTIVASI


A. Motivasi Perilaku Manusia

Perilaku yang termotivasi diprakarsai oleh pengaktifan kebutuhan (pengenalan kebutuhan). Kebutuhan atau motif diaktifkan ketika ada ketidakcocokan yang memadai antara keadaan aktual dan keadaan yang diinginkan atau disukai. Karena ketidakcocokan ini meningkat, hasilnya adalah pengaktifan suatu kondisi kegairahan yang diacu sebagai dorongan (drive). Semakin kuat dorongan tersebut, semakin besar urgensi respons yang dirasakan.


Sepanjang waktu pola perilaku tertentu diakui lebih efektif daripada pola yang lain untuk pemenuhan kebutuhan, dan ini menjadi berfungsi sebagai insentif. Insentif adalah ganjaran yang diantisipasikan dari jalannya tindakan yang memberi potensi pemenuhan kebutuhan.

Sebagai contoh, seorang mahasiswa perguruan tinggi yang sedang belajar untuk ujian akhir mengatakan kepada teman sekamarnya, “saya haus.” Pertama, ia merasakan ketidaknyamanan (kebutuhan yang dirasakan) yang dikenali sebagai rasa haus. Ini mengaktifkan kebutuhan yang meyebabkan dorongan. Sekaleng coca cola (minuman favoritnya) dari mesin di aula merupakan insentif, dan ia bertindak sesuai dengannya.

Menurut Wells dan Prensky (1996), motivasi sebagai titik awal dari semua perilaku konsumen, yang merupakan proses dari seseorang untuk mewujudkan kebutuhannya serta memulai melakukan kegiatan untuk memperoleh kepuasan. Sedangkan Schiffman dan Kanuk (1994) menyatakan bahwa motivasi sebagai kekuatan dorongan dari dalam diri individu yang memaksa mereka untuk melakukan tindakan. Kekuatan dorongan tersebut dihasilkan dari suatu tekanan yang diakibatkan oleh belum atau tidak terpenuhinya kebutuhan, keinginan dan permintaan. Kemudian bersama-sama dengan proses kognitif (berfikir) dan pengetahuan yang sebelumnya didapat, maka dorongan akan menimbulkan perilaku untuk mencapai tujuan atau pemenuhan kebutuhan.

Dengan demikian, jika seseorang mempunyai motivasi yang tinggi terhadap obyek tertentu, maka dia akan terdorong untuk berperilaku menguasai obyek tersebut. Sebaliknya jika motivasinya rendah, maka dia akan mencoba untuk menghindari obyek yang bersangkutan. Implikasinya dalam pemasaran adalah kemungkinan orang tersebut berminat untuk membeli produk/merek yang ditawarkan pemasar atau tidak.

B. Dinamika Proses Motivasi

Kebutuhan yang diaktifkan akhirnya menjadi diekspresikan dalam perilaku dan pembelian dan konsumsi dalam bentuk dua jenis manfaat yang diharapkan, yaitu manfaat utilitarian, dan manfaat hedonik / pengalaman.

Manfaat utilitarian merupakan atribut produk fungsional yang objektif. Manfaat hedoik, sebaliknya, mencakupi respons emosional, kesenangan panca indera, mimpi, dan pertimbangan estetis (Hirschman & Holbrook, 1982). Kriteria yang digunakan sewaktu mempertimbangkan manfaat hedonik bersifat subjektif dan simbolik, berpusat pada pengertian akan produk atau jasa demi pengertian itu sendiri terlepas dari pertimbangan yang lebih objektif. Kedua manfaat menjadi diekspresikan sebagai kriteria evaluatif yang digunakan di dalam proses pertimbangn dan penyeleksian alternatif terbaik.

Keterlibatan (relevansi yang disadari atau kecocokan) adalah faktor penting dalam mengerti motivasi. Keterlibatan mengacu pada tingkat relevansi yang disadari dalam tindakan pembelian dan konsumsi. Bila keterlibatan tinggi, ada motivasi untuk memperolrh dan mengolah informasi dan kemungkinan yang jauh lebih besar dari pemecahan masalah yang diperluas.

Terdapat dua jenis keterlibatan: (1). Langgeng (ada sepanjang waktu karena peningkatan konsep diri), dan (2). Situasional (keterlibatan sementara yang distimulasikan oleh resiko yang disadari, tekanan konformitas, atau pertimbangan lain).

C. Klasifikasi Kebutuhan

Kebutuhan adalah variabel utama dalam motivasi. Kebutuhan didefinisikan sebagai perbedaan yang didasari antara keadaan ideal dan keadaan sebenarnya, yang menandai untuk mengaktifkan perilaku. Bila kebutuhan diaktifkan, hal ini menimbulkan dorongan (perilaku yang diberi tenaga), yang disalurkan ke arah tujuan tertentu yang sudah dipelajari sebagai insentif.

Klasifikasi kebutuhan menurut Murry (1938), McClelland, Cofer dan Appley, McGuire (1974), yaitu:
  1. Fisiologis: dasar-dasar kelangsungan hidup, termasuk rasa lapar haus, dan kebutuhan tubuh yang lain.
  2. Keamanan: berkenaan dengan kelangsungan hidup fisik dan keamanan.
  3. Affiliasi dan Pemilihan: kebutuhan untuk diterima oleh orang lain, menjadi orang yang penting bagi mereka.
  4. Prestasi: keingina dasar akan keberhasilan dalam memenuhi tujuan pribadi.
  5. Kekuasaan: keinginan untuk mendapatkan kendali atas nasib sendiri dan juga nasib orang lain.
  6. Ekspresi diri: kebutuhan untuk mengembangkan kebebasan dalam ekspresi diri dan dipandang penting oleh orang lain.
  7. Urutan dan Pengertian: keinginan untuk mencapai aktualisasi diri melalui pengetahuan, pengertian, sistematisasi, dan pembangunan sistem nilai.
  8. Pencarian Variasi: pemeliharaan tingkat kegairahan fisiologis dan stimulasi yang dipilih kerap diekspresikan sebagai pencarian variasi.
  9. Atribusi Sebab-Akibat : estimasi atau atribusi sebab-akibat dari kejadian dan tindakan.


Sedangkan menurut Solomon (1999) motivasi banyak didasarkan pada teori hirarki kebutuhan manusia dari Maslow. Teori ini berusaha menjelaskan motivasi manusia melalui pemenuhan kebutuhan biologi dan psikologi manusia, berupa kebutuhan fisiologis, keamanan, sosial, penghargaan diri, dan aktualisasi diri. Dalam konteks pemasaran, kebutuhan fisiologis dapat berupa cerminan kemampuan konsumen untuk membeli dengan harga atau biaya tertentu, kebutuhan kaamanan berupa tingkat keamanan dalam menggunakan produk / merek (misalnya garansi, pelayanan purna jual, atau tersedianya suku cadang), kebutuhan sosial dicerminkan oleh kegunaan produk dalam hubungannya dengan masyarakat, kebutuhan penghargaan diri dapat berupa bagian produk/merek yang bisa mengangkat citra diri konsumen, dan kebutuhan aktualisasi diri dapat ditunjukkan oleh kegunaan utama produk/merek yang dapat menunjang pencapaian potensi diri konsumen.

Dapat terpenuhinya suatu kebutuhan akan menimbulkan motivasi untuk memenuhi kebutuhan yang lain. Pemenuhan kebutuhan tersebut tersusun dalam sebuah jenjang dari tingkatan yang paling mendesak sampai dengan yang kurang mendesak, meskipun bukan berarti harus dimulai dari kebutuhan fisiologis ke atas sampai dengan kebutuhan aktualisasi diri. Tetapi selalu ada kemungkinan pengecualian dari kecenderungan tersebut. Seseorang kadang-kadang justru lebih termotivasi untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi karena dia ingin memacu pencapaian potensi dirinya, walaupun dia mengalami kesulitan untuk membeli produk / merek tertentu.

Secara umum motivasi yang dominan dari seseorang untuk memenuhi kebutuhan dapat berbeda satu dengan yang lain, meskipun obyek pemenuhannya sama. Demikian pula urutan pentingnya pemenuhan kebutuhan yang dapat menimbulkan motivasi itu. Sebagai contoh motivasi dosen dan mahasiswa tentang pembelian atau pemilikan sebuah mobil. Berdasarkan tingkatan kondisional atribut mobil, jika harga sebuah mobil dapat dijadikan sebagai cerminan pemenuhan kebutuhan fisiologis, kemudahan melakukan servis – misalnya untuk perawatan dan perbaikan, sebagai kebutuhan keamanan, kapasitas penumpang untuk mencerminkan pemenuhan kebutuhan sosial, bentuk fisik mobil – misalnya tampilan eksterior atau interior, merujuk kebutuhan penghargaan, dan kecanggihan teknologi yang tersedia –misalnya untuk keamanan atau kenyamanan diri, sebagai cerminan aktualisasi diri, maka bagi seorang dosen kemungkinan kecanggihan mobil lebih penting dibandingkan bentuk fisik, kapasitas penumpang, kemudahan melakukan servis dan harga mobil, karena dengan rasa aman dan nyaman yang diperolehnya selama dalam perjalanan menggunakan mobil tersebut dia dapat menggunakan energi yang masih prima untuk melakukan pekerjaan lain secara optimal. Sedangkan bagi seorang mahasiswa yang kemampuan keuangannya relatif terbatas, faktor harga mungkin lebih penting dari pada kecanggihan mobil, bentuk fisik, kapasitas penumpang dan kemudahan melakukan servis.

Jika halnya demikian, ketika dosen yang bersangkutan membeli mobil, mungkin dia lebih cenderung termotivasi untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri daripada kebutuhan penghargaan, sosial, keamanan, dan fisiologis. Sedangkan bagi mahasiswa tersebut cenderung mempertimbangkan kebutuhan fisiologis dibandingkan pemenuhan kebutuhan aktualisasi diri, penghargaan, sosial dan keamanan.

SUMBER:
  • Engel, James F., Blackwell, Roger D., dan Miniard, Paul W., 1994, Perilaku Konsumen, Alih bahasa Budiyanto, Binarupa Aksara, Jakarta.
  • Schiffman, L.G. and L.L. Kanuk (1997), Consumer Behavior, 6th ed., New Jersey: Prentice Hall International, Inc.
  • Solomon, M.R. (1999), Consumer Behavior, 4th ed.,NewJersey: Prentice Hall, Inc.
  • Wells, W.D. and D. Prensky (1996), Consumer Behavior, New York: John Wiley & Sons, Inc.

Senin, 08 November 2010

PERBEDAAN INDIVIDU

A. Konsumen dan Proses Pertukaran

Pemasaran melibatkan pertukaran (exchange) sesuatu yang bernilai yang diberikan oleh pelanggan untuk sesuatu yang bernilai yang diterima dari penjual. Contohnya di dalam situasi pemasaran yang tradisional, konsumen mungkin menukar uang (atau plastik pengganti) dengan produk. Di dalam pemasaran politis, konsumen menukar suara mereka untuk pemilihan calon. Di dalam organisasi lain, konsumen mungkin menukar waktu mereka sebagai sukarelawan atau sumbangan uang dengan prestasi dari Heart Association dan kelompok agama. Namun, di dalam semua transaksi ini, perilaku konsumen ditentukan, sebenarnya dipaksa, oleh sumber daya yang tersedia untuk ditukar dengan barang dan jasa yang ingin dijual oleh suatu organisasi.

B. Sumber Daya Ekonomi Konsumen

Keputusan konsumen sehubungan dengan produk dan merek sangat dipengaruhi oleh jumlah sumber daya ekonomi yang mereka punyai atau mungkin mereka punyai pada masa datang. Untuk menjadi konsumen diperlukan uang. Kartu kredit juga memadai. Di dalam era yang lebih awal, barter (pertukaran barang dengan barang) lazim dilakukan. Barter masih penting di dalam masyarakat yang kurang maju dan hingga batas tertentu di dalam ekonomi bawah tanah dari masyarakat maju. Dalam “ekonomi informal” yang besar di mana orang membarter atau membeli barang dan jasa dengan cara yang kerap lolos dari pembuatan catatan dan mungkin pajak. “Pemakai berat” ekonomi informal adalah orang yang kaya, berpendidikan tinggi, dan termasuk orang muda. (McCrohan, dan Smith; 1987).

Kepercayaan Konsumen

Harapan konsumen mengenai pendapatan masa datang menjadi variabel penting dalam meramalkan perilaku konsumen. Walaupun pendapatan individu sekarang menentukan apa yang mungkin dibeli, harapan mengenai pendapatan masa datang kerap mempengaruhi apa yang sebenarnya dibeli. Ukuran kepercayaan sangat penting bagi para pemasar untuk membuat keputusan inventaris. Bila inventaris terlalu rendah, penjualan akan luput. Bila inventaris terlalu tinggi, potongan harga mungkin diperlukan.

Pengeluaran dan Pendapatan

Pembelian erat hubungan dengan pendapatan. Mengetahui tingkat pengeluaran umum dan menghubungkannya dengan tingkat pendapatan target pasar suatu perusahaan dapat memberikan estimasi mengenai potensi pasar di dalam katagori produk. Jumlah penyuplai dapat diperoleh untuk menilai prestasi penjualan dari perusahaan individual atau untuk meramalkan penjualan yang mungkin diperoleh dengan memasuki pasar.

Ramalan Pasar Melalui Subpasar

Permintaan menurut katagori produk dapat diramalkan oleh pembagian data keseluruhan ke dalam subpasar. Metode peramalan mensimulasikan pasar masa datang dengan mengasumsikan bahwa perilaku pembelian individu di dalam subpasar tetap konstan sepanjang waktu.

C. Sumber Daya Temporal

Sumber daya konsumen terdiri atas dua kendala anggaran: anggaran uang dan anggaran waktu. Pendapatan yang meningkat memungkinkan konsumen membeli segalanya lebin banyak, pendapatan tersebut tidak mungkin mengerjakan segalanya lebih banyak. Mengerjakan lebih banyak hal, sebagaimana berlawanan dengan membeli lebih banyak hal, memerlukan sumber daya tambahan, yaitu waktu. Sementara anggaran uang tidak mempunyai keterbatasan perluasan teoritis, waktu memiliki kendala pokok.

Secara historis, anggaran waktu konsumen secara naif dianggap memiliki dua komponen: kerja dan senggang. Anggaran waktu konsumen dibagi ke dalam tiga blok: “waktu yang dibayar“, “waktu wajib”, dan “waktu leluasa”. Lane dan Lindquist (1988), menggunakan sistem klasifikasi yang sama termasuk waktu yang menghasilkan pendapatan, waktu terikat (wajib dan nonwajib), dan waktu tidak terikat (direncanakan dan tidak direncanakan). Voss (1967), menyimpulkan “waktu senggang adalah periode waktu yang diacu sebagai waktu yang dapat digunakan secara leluasa. Itu adalah waktu ketika individu tidak merasakan masalah ekonomi, hukum, moral, atau desakan sosial atau kewajiban, tidak pula kebutuhan fisiologis. Pilihan bagaimana memanfaatkan waktu ini semata-mata merupakan milik individu bersangkutan“.

Barang Waktu

Produk dan jasa yang diklasifikasikan menurut sifat waktu mereka dapat disebut barang waktu (time goods), dan sifat waktu dari barang memiliki implikasi pemasaran yang penting. Adapun barang waktu dapat dibedakan menjadi:

Barang yang menggunakan waktu

Katagori produk dan jasa yang memerlukan pemakaian waktu dalam mengkonsumsinya. Contohnya adalah menonton TV, bermain ski, memancing, bermain golf, atau bermain tenis, semuanya diklasifikasikan sebagai kegiatan waktu senggang. Waktu nonleluasa atau “waktu wajib,” mencakup kewajiban fisik (tidur, pulang, pergi, perawatan pribadi, dan sebagainya), kewajiban sosial, dan kewajiban moral.

Barang penghemat waktu.

Salah satu cara bagi konsumen untuk memperoleh waktu leluasa (senggang) yang semakin besar adalah dengan menurunkan waktu nonleluasa. Semua ini dapat dicapai melalui pembelian barang dan jasa. 
  • Contohnya adalah pembelian oven microwave, jasa pemotongan rumput, mesin cuci piring, makanan fast food, mesin cuci.


Harga waktu

Beberapa pemasar menawarkan garansi waktu (GW atau time guarantee), yang didefinisikan sebagai suatu janji oleh penjual yang menjamin pelanggan bahwa mereka tidak akan perlu menghabiskan waktu yang tidak perlu untuk mendapatkan produk dan memecahkan masalah service. Setiap masalah yang luar biasa akan ditangani di tempat dan pada waktu yang sesuai dengan keinginan pelanggan.
  • Contohnya: Pemberian garansi waktu pada produk handpone untuk dapat jaminan perbaikan apabila produk handpone yang di beli mengalami kerusakan saat pertama kali handpone tersebut di gunakan.


Waktu Belanja

Jumlah waktu yang lebih tinggi yang dihabiskan dewasa ini mencerminkan pendapatan konsumenyang lebih tinggi, bahan bakar yang lebih murah, dan jauh lebih banyak peluang berbelanja. Sekitar setengah dari waktu belanja dihabiskan untuk membeli bahan makanan, pakaian, dan kebutuhan dasar lain.

Waktu semakin diakui sebagai bagian penting dari keputusan konsumen mengenai produk (Jacoby, Szybillo, Berning; 1976). Menurut Fox (1980), bahwa sifat penting dari waktu mencakup waktu pelaksanaan (aktual dan dirasakan), fleksibilitas atau fiksitas pelaksanaan kegiatan, kekerapan, keteraturan, durasi, kekacauan/keserantakan, dan waktu pemonitoran (beberapa banyak upaya diperlukan untuk mengingat pelaksanaan kegiatan tersebut). Semula ada kepercayaan bahwa keputusan konsumen mengenai pengeluaran waktu akan ditentukan oleh karakteristik pribadi, tetapi penelitian terbaru menunjukan bahwa variabel situasi menentukan bagaimana orang menghabiskan waktu mereka khususnya untuk waktu senggang sebagaimana berlawanan dengan kegiatan wajib (Hornik, 1982).

D. Sumber Daya Kognitif

Sumber daya kognitif adalah penggambaran kapasitas mental yang tersedia untuk menjalankan berbagai kegiatan pengolahan informasi.

Kapasitas adalah sumber daya yang terbatas. Ukuran kapasitas kerap digambarkan dalam istilah kerataan (chunk), yang mewakili suatu pengelompokan atau kombinasi informasi yang dapat diolah sebagai suatu unit. Tergantung pada sumber mana yang dipilih, kapasitas bervariasi dari empat atau lima kerataan hingga tujuh (Simon, 1974; dan Miller, 1956).

Alokasi kapasitas kognitif dikenal sebagai perhatian (attention). Perhatian terdiri dari dua dimensi; arahan (direction), dan intensitas (MacKenzie, 1986). Arahan menggambarkan fokus perhatian. Intensitas, mengacu pada jumlah kapasitas yang difokuskan pada arahan tertentu.

Mendapatkan Perhatian

Mendapatkan perhatian konsumen merupakan salah satu dari tantangan paling berat yang mungkin dihadapi oleh pemasar. Konsumen dibombardir terus menerus oleh banyak sekali stimulus yang bersaing untuk mendapatkan kapasitas mereka yang terbatas. Determinan utama dari keberhasilan suatu iklan adalah kemungkinan iklan itu mendapatkan perhatian konsumen.
Mendapatkan perhatian di tempat penjualan dapat menjadi sama pentingnya. Pemakaian peraga yang mencolok mata dapat membantu produk untuk menonjol di antara tumpukan merek yang dijejalkan ke dalam rak pengecer. Kemasan dapat menjalankan fungsi serupa

Perhatian Yang Dangkal

Satu lagi realitas pasar adalah bahwa banyak produk benar-benar tidak penting bagi konsumen untuk menjamin investasi “besar” dari sumber daya kognitif mereka yang terbatas. Dalam banyak hal, konsumen adalah “orang yang kikir kognitif” karena mereka berusaha mendapatkan pemecahan yang dapat diterima ketimbang pemecahan yang optimal untuk banyak dari kebutuhan konsumsi mereka.

Penghalang yang sama ini terjadi untuk komunikasi pemasaran. Walaupun orang dapat berhasil menarik perhatian, konsumen mungkin tidak mencurahkan jumlah perhatian yang diinginkan. Penelitian menunjukan bahwa kegagalan untuk mencapai tingkat perhatian yang memadai dapat mengurangi pembelajaran. Sebagai contoh, di dalam studi “pembayangan” yang khas, subjek yang mengenakan hendpone menerima pesan yang berbeda pada masing-masing telinga. Subjek kemudian diminta untuk “membayangkan” salah satu pesan: yaitu, mengulang dengan keras isinya. Walaupun mendengarkan dua pesan yang berbeda sekaligus, subjek dapat dengan mudah mengulang salah satu dari pesan tersebut, meskipun tugas ini memerlukan hampir semua kapasitas kognitif mereka.

Bahaya Melebihi Kapasitas Kognitif

Beberapa ahli berspekulasi bahwa bertambahnya penyingkapan informasi produk mungkin menimbulkan efek yang tidak diharapkan. Bila “beban” informasi tersebut (yaitu, jumlah informasi) di dalam lingkungan pilihan melebihi kapasitas, maka konsumen akan menjadi bingung dan membuat pilihan yang lebih buruk.

Di dalam studi awal mengenai kelebihan beban oleh Jacoby, Speller, dan Berning (1974), mereka menyimpulkan akan tampak bahwa kenaikan beban informasi pada kemasan cenderung menghasilkan:
  1. Konsekuensi disfungsional berkenaan dengan kemampuan konsumen memilih merek yang paling baik untuknya, dan
  2. Efek yang menguntungkan pada tingkat kepuasan konsumen, kepastian, dan kebingungan sehubungan dengan seleksi yang ia lakukan. Dengan kata lain, konsumen merasa lebih baik dengan informasi yang lebih banyak, tetapi sebenarnya membuat keputusan pembelian yang lebih buruk.

Sebuah studi terbaru mengemukakan bahwa konsumen mungkin tidak dapat berhenti tepat sebelum membebani diri mereka secara berlebihan sewaktu dihadapkan dengan lingkungan yang kaya informasi (Keller dan Staelin; 1987).

SUMBER :

  • Engel, J. F, Blackwell, R.D, Miniard, P.W. (1995). Perilaku konsumen jilid 2. Jakarta: Binarupa Aksara.
  • Jacob, Speller, & Berning. 1974. “Brand Choice Behavior as a Function of Information Load”, Journal of Marketing Research.
  • Keller & Stealin. 1987. “Effects of Quality and Quantity of Information on Decision Effectiveness”, Journal of Consumer Research.

Rabu, 03 November 2010

PENGARUH SITUASI KONSUMEN


A. SITUASI KONSUMEN

1. Pengertian Situasi
Faktor situasional adalah kondisi sesaat yang muncul pada tempat dan waktu tertentu. Kemunculanya terpisah dari diri produk maupun konsumen (Assael, 1998).

Sedangkan menurut Belk (1975), mendifinisikan situasi sebagai semua faktor yang utama terhadap tempat dan situasi yang tidak menurut pengetahuan seseorang (intra individual) dan stimuli (alternatif pilihan) dan memiliki bukti dan pengaruh sistimatis pada perilaku saat itu.
Lain halnya dengan Wilkie (1990), pengaruh situasional adalah kekuatan sesaat yang tidak berasal dari dalam diri seseorang atau berasal dari produk atau merek yang dipasarkan.
Penelitian telah menemukan bahwa faktor situasional mempengaruhi pilihan konsumen dengan mengubah kemungkinan pemilihan berbagai alternatif (Kolm, Monroe, dan Glazer, 1987, dalam Titus dan Ernett, 1996).

2. Faktor-Faktor Situasi Konsumen 
Pengaruh situasional pada konsumen adalah faktor personal dan lingkungan sementara yang muncul pada aktivitas konsumen, sehingga situasi konsumen meliputi faktor-faktor seperti:

a. Melibatkan waktu dan tempat dalam mana aktivitas konsumen terjadi,
b. Mempengaruhi tindakan konsumen seperti perilaku pembelian, dan
c. Tidak termasuk karakteristik personal yang berlaku dalam jangka panjang.
Situasi konsumen relatif merupakan kejadian jangka pendek dan harus dibedakan dengan lingkungan makro atau faktor-faktor personal yang memiliki jangka waktu lama.

3. Jenis Situasi Konsumen
Menurut Assael (1998), terdapat tiga jenis situasi berkaitan dengan pemasaran yaitu: situasi konsumsi, situasi pembelian, dan situasi komunikasi.


a. Situasi Konsumsi, keadaan dimana merek digunakan. Suatu parfum mungkin digunakan untuk acara tertentu sedangkan parfum yang lain digunakan untuk sehari-hari. Konsumen mungkin minum kopi bubuk untuk menjamu tamu dan minum kopi instan untuk menu sehari-hari. Situasi demikian sebagaian dapat diantisipasi, misalnya akan pergi kesuatu tempat atau akan kedatangan tamu tertentu. Sebagian yang lain tidak bisa diantisipasi misalnya tiba-tiba ada tamu yang datang. Keadaan demikian memaksa konsumen membeli sesuatu secara cepat dan rela membayar lebih karena keterbatasan waktu untuk berkeliling mencari harga yang murah.

b. Situasi Pembelian, berkaitan dengan: pertama, lingkungan di dalam toko seperti ketersediaan produk, perubahan harga, dan kemudahan belanja yang berkait dengan pilihan berbelanja. Kedua, situasi pembelian berkaitan dengan apakah produk yang dibeli untuk hadiah atau untuk dirinya sendiri. Konsumen biasanya mengunakan kriteria yang berbeda dan mungkin memilih merek yang berbeda jika ia membeli untuk dirinya sendiri. Ketiga, situasi pembelian berkaitan dengan keadaan mood konsumen ketika berbelaja. Keadaan senang atau keadaan susah mempengaruhi pemrosesan dan pencarian informasi tentang produk.

c. Situasi Komunikasi, adalah keadaan dimana konsumen terbuka untuk informasi baik dari orang seorang ataupun informasi yang bersifat impersonal. Situasi komunikasi dapat menentukan apakah konsumen akan mengumumkan, memahami dan menahan informasi. Situasi komunikasi mencakup dua hal, yaitu: komunikasi pribadi, dimana komunikasi pribadi mencakup percakapan yang mungkin diadakan konsumen dengan orang lain, sedangkan komunikasi non pribadi melibatkan program publikasi, seperti iklan.
Dengan mengacu pada pendapat Belk dalam Assael (1998), Engel (1994), dan Mowen (1990) terdapat lima jenis situasi konsumen yaitu: lingkungan fisik, lingkungan sosial, definisi tugas, perspektif waktu, dan pernyataan sebelumnya.

4. Pengaruh Iklan Pada Pemakaian dan Pembelian.

a. Definisi Iklan
Menurut Kotler and Armstrong (1996), periklanan adalah semua bentuk penyajian non personal dan promosi pada ide-ide, barang-barang, dan jasa yang dilakukan oleh sponsor tertentu yang dibayar.

Menurut Rhenatd Kasali (1995), iklan adalah segala bentuk pesan tentang suatu produk yang disampaikan lewat media ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat. Penyajian pesan itu harus dapat disuarakan atau diperlihatkan dan dibiayai secara terbuka untuk suatu produk, jasa atau ide.
Pengertian iklan disampaikan juga oleh Dunn and Barban (1982), bahwa iklan adalah kumpulan tanda-tanda dan simbol-simbol yang dapat diletakkan secara bersama-sama dalam sejumlah cara yang tidak terbatas.


b. Tujuan Periklanan
Definisi tujuan periklanan menurut Kotler (1996), bahwa tujuan periklanan adalah suatu komunikasi khusus yang bertugas untuk mencapai suatu target pemirsa tertentu dalam periode waktu tertentu.

Tujuan periklanan dapat dikelompokan menjadi lima, yaitu: Informative Advertising, Persuasive Advertising, Remider Advertising, Comparison Advertising and Reinforcement Advertising. Dengan demikian tujuan periklanan adalah mempengaruhi seseorang untuk bisa tertarik dalam membeli produk yang ditawarkan karena tertarik dengan pemaparan yang di tawarkan oleh iklan tersebut, sehingga bisa membeli serta menggunakan barang tersebut.
  • Contoh: Melihat program diskon di televisi maupun koran salah satu departemen store yang menawarkan program diskon hari raya.



B. INTERAKSI ORANG DENGAN SITUASI

Memahami serta menganalisis pengaruh situasi dalam proses pembelian barang.

Banyak dari konsumen yang dipengaruhi oleh variasi dari situasi lain yang sesuai dengan keadaan mereka saat itu, belum tentu saat orang lain menggunakan produk A saat ia ingin menghaluskan kulit tapi bisa saja orang lain menggunakan produk A sebagai lotion untuk melembabkan kulit yang kering, untuk perpergian keluar rumah untuk menjaga dari terpaan sinar urtaviolet. Jadi penggunaan produk tertentu tidak hanya pada satu situasi saja tapi bisa untuk situasi lain untuk orang lain.


C. PENGARUH SITUASI YANG TIDAK TERDUGA

Bagaimana seseorang mengerti akan potensi dari pengaruh situasi yang tak terduga yang dapat merusak keakuratan ramalan yang didasarkan pada maksud pembelian, yang tadinya ia tidak mau membeli barang tapi karena suatu hal jadi membeli barang tersebut.

  • Contoh: Pada saat di toko buka, Ani melihat sebuah novel dengan judul yang menarik perhatiannya sehingga Ani tertarik untuk membelinya. Pada awalnya Ani bermaksud untuk membeli buku pelajaran IPA Biologi di toko buku tersebut.



Sumber:
Assael, & Henry (1998). Consumer Behavior and Marketing Action. 6th edition. Cengage Learning.

Engel, James F., Blackwell, Roger D., dan Miniard, Paul W., 1994, Perilaku Konsumen, Alih bahasa Budiyanto, Binarupa Aksara, Jakarta.
Mowen & John. 1990. Consumer Behavior, Macmillan Publishing Company, Newyork.

PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP KEPUTUSAN MEMBELI

A. Definisi Etnis, Budaya, Dan Nilai

1.1 Definisi Etnis

Dalam Ensiklopedi Indonesia disebutkan istilah etnik berarti kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat, agama, bahasa, dan sebagainya. Anggota-anggota suatu kelompok etnik memiliki kesamaan dalam hal sejarah (keturunan), bahasa (baik yang digunakan ataupun tidak), sistem nilai, serta adat-istiadat dan tradisi.
Menurut Frederich Barth (1988) istilah etnik menunjuk pada suatu kelompok tertentu yang karena kesamaan ras, agama, asal-usul bangsa, ataupun kombinasi dari kategori tersebut terikat pada sistem nilai budayanya.

1.2 Definisi Budaya

Budaya secara harfiah berasal dari Bahasa Latin yaitu Colere yang memiliki arti mengerjakan tanah, mengolah, memelihara ladang (menurutSoerjanto Poespowardojo 1993). Menurut Koentjaraningrat (2002), mendefinisikannya sebagai seluruh total dari fikiran, karya dan hasil karya manusia yang tidak berakal kepada nalurinya dan yang hanya dicetuskan oleh manusia sesudah proses belajar. 

Hal serupa dikemukakan oleh Van Peursen (1988), menyatakan kebudayaan sebagai proses belajar yang besar. Menurut The American Herritage Dictionary mengartikan kebudayaan adalah sebagai suatu keseluruhan dari pola perilaku yang dikirimkan melalui kehidupan sosial, seniagama, kelembagaan, dan semua hasil kerja dan pemikiran manusia dari suatu kelompok manusia.

Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.

1.3 Definisi Nilai

Menurut Clyde Kluckhohn, nilai adalah suatu standard yang agak berkekalan dari segi masa, atau dalam pengertian yang luas, suatu standard yang mengaturkan satu sistem perlakuan. Beliau juga menaktifkan nilai sebagai satu `preference', iaitu sesuatu yang lebih disukai, baik mengenai hubungan sosial, mahupun mengenai matlamat-matalamat serta ikhtiar untuk mencapainya.


B. Budaya dan Konsumsi

1. Pengaruh Budaya Terhadap Konsumsi

a. Pengaruh Budaya Yang Tidak Disadari 

Dengan adanya kebudayaan, perilaku konsumen mengalami perubahan . Dengan memahami beberapa bentuk budaya dari masyarakat, dapat membantu pemasar dalam memprediksi penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Pengaruh budaya dapat mempengaruhi masyarakat secara tidak sadar. Pengaruh budaya sangat alami dan otomatis sehingga pengaruhnya terhadap perilaku sering diterima begitu saja. Kemudian akan muncul apresiasi terhadap budaya yang dimiliki bila seseorang dihadapan dengan budaya yang berbeda.

  • Misalnya: Di budaya yang membiasakan masyarakatnya menggosok gigi dua kali sehari dengan pasta gigi akan merasa bahwa hal itu merupakan kebiasaan yang baik bila dibandingkan dengan budaya yang tidak mengajarkan masyarakatnya menggosok gigi dua kali sehari. Jadi, konsumen melihat diri mereka sendiri dan bereaksi terhadap lingkungan mereka berdasarkan latar belakang kebudayaan yang mereka miliki. Dan, setiap individu akan mempersepsi dunia dengan kacamata budaya mereka sendiri.


b. Pengaruh Budaya dapat Memuaskan Kebutuhan 

Budaya yang ada di masyarakat dapat memuaskan kebutuhan masyarakat. Budaya dalam suatu produk yang memberikan petunjuk, dan pedoman dalam menyelesaikan masalah dengan menyediakan metode “Coba dan buktikan” dalam memuaskan kebutuhan fisiologis, personal dan sosial.

  • Misalnya: Dengan adanya budaya yang memberikan peraturan dan standar mengenai kapan waktu kita makan, dan apa yang harus dimakan tiap waktu seseorang pada waktu makan. Begitu juga hal yang sama yang akan dilakukan konsumen misalnya sewaktu mengkonsumsi makanan olahan dan suatu obat.


c. Pengaruh Budaya dapat Dipelajari

Budaya dapat dipelajari sejak seseorang sewaktu masih kecil, yang memungkinkan seseorang mulai mendapat nilai-nilai kepercayaan dan kebiasaan dari lingkungan yang kemudian membentuk budaya seseorang.

  • Misalnya: Seorang manajer yang tidak gengsi memberikan ucapan terima kasih secara langsung kepada karyawan atas pekerjaan yang dilakukan dengan baik, biasanya memperbesar kemungkinan hal positif tersebut terulang lagi.

d. Pengaruh Budaya yang Berupa Tradisi

Tradisi adalah aktivitas yang bersifat simbolis yang merupakan serangkaian langkah-langkah (berbagai perilaku) yang muncul dalam rangkaian yang pasti dan terjadi berulang-ulang. Tradisi yang disampaikan selama kehidupan manusia, dari lahir hingga mati. Hal ini bisa jadi sangat bersifat umum. Hal yang penting dari tradisi ini untuk para pemasar adalah fakta bahwa tradisi cenderung masih berpengaruh terhadap masyarakat yang menganutnya.
  • Misalnya: Hari Raya Lebaran, yang selalu identik dengan baju baru, perlengkapan solat baru


Daftar Pustaka :

  • Anonim. http://www.scribd.com/doc/19756481/BAB-2-Definisi-Budaya. diakses pada tanggal 22/10/2010
  • Anonim. http://organisasi.org/arti-definisi-pengertian-budaya-kerja-dan-tujuan-manfaat-penerapannya-pada-lingkungan-sekitar. di akses pada tanggal 22/10/2010
  • Anonim. www.docstoc.com/.../Cultural-Influences-On-Consumer-Behavior. diakses pada tanggal 22/10/2010

PENGARUH PRIBADI, KELUARGA, DAN RUMAH TANGGA


A. KELOMPOK ACUAN 

Dari sudut pandang, kelompok acuan merupakan kelompok yang dianggap sebagai kerangka acuan bagi para individu dalam pengambilan keputusan pembelian atau konsumsi mereka.

Pada awalnya kelompok acuan dibatasi secara sempit dan hanya mencakup kelompok-kelompok dengan siapa individu berinteraksi secara langsung (keluarga dan teman-teman akrab) . Tetapi konsep ini secara berangsur- angsur telah diperluar mencakup pengaruh perorangan atau kelompok secara langsung maupun tidak langsung. Kelompok acuan tidak langsung terdiri dari orang-orang atau kelompok yang masing-masing tidak mempunyai kontak langsung, seperti para bintang film, pahlawan olah raga, pemimpin politik, tokoh TV, ataupun orang yang berpakaian baik dan kelihatan menarik di sudut jalan (Schiffman, Leon G. and Kanuk, Leslie Lazar, 2000).

Agar kelompok acuan dapat mempengaruhi perilaku individu dalam proses pembelian, kelompok acuan tersebut harus melakukan hal-hal berikut:
  1. Memberitahuan dan mengusahakan agar individu menyadari adanya suatu produk atau merek khusus.
  2. Memberikan kesempatan pada individu untuk membandingkan pemikirannya sendiri dengan sikap dan perilaku kelompok.
  3. Mempengaruhi individu untuk mengambil sikap dan perilaku yang sesuai dengan norma-norma kelompok.
  4. Membenarkan keputusan untuk memakai produk-produk yang sama dengan kelompok.
Sebaliknya, bagi para pemimpin pasar, terutama yang bertanggung jawab untuk suatu merek baru, mungkin ingin memilih yang meminta para konsumen untuk mengesampingkan dan mau tampil berbeda dan tidak hanya mengikuti orang banyak ketika mengambil keputusan untuk membeli.

Terdapat lima jenis kelompok acuan serta karakteristiknya (Peter, J. Paul and Olson, Jerry C., 2005; Hawkins, 2004)

1. Kelompok Acuan Formal/Informal 
Kelompok acuan formal memiliki struktur yang dirinci dengan jelas (contoh kelompok kerja di kantor), sedangkan kelompok informal tidak (contoh kelompok persahabatan/teman kuliah).

2. Kelompok Acuan Primary/Secondary 
Kelompok acuan primary melibatkan seringnya inteaksi langsung dan tatap muka (contoh keluarga/sanak saudara); sementara pada kelompok secondary, interakti dan tatap muka tidak terlalu sering (contoh teman yang tinggal di apartemen yang sama).

3. Kelompok Acuan Membership 
Seseorang menjadi anggota formal dari suatu kelompok acuan (contoh keanggotaan pada kelompok pecinta alam).


4. Kelompok Acuan Aspirational
Seseorang bercita-cita bergabung atau menandingi kelompok acuan aspirasional.


5. Kelompok Acuan Dissociative
Seseorang berupaya menghindari atau menolak kelompok acuan disosiatif. Sedangkan kelompok acuan yang telah disebutkan diatas dapat memberikan tiga jenis pengaruh, antara lain: 

1. Pengaruh Informasional (Informational Influence) 
Hal ini terjadi ketika seseorang/individu meniru perilaku dan pendapat dari anggota suatu kelompok acuan yang memberikan informasi yang berguna. Informasi ini dapat disajikan secara verbal maupun melalui demonstrasi langsung.
  • Contoh: Ani menginformasikan pada Anita bahwa telah dibuka butik baru dengan produk pakaian rancangan desainer terkenal mancanegara, lalu hal tersebut diikuti dengan keputusan Anita keesokan harinya untuk membeli produk pakaian di butik tersebut.
2. Pengaruh Normatif ( Normative Influence atau Utilitarian Influence) 
Pengaruh ini terjadi jika individu mengikuti ketentuan kelompok acuan dengan tujuan untuk memperoleh imbalan atau menghindari hukuman.
  • Contoh: Alex menyarankan Andy bahwa sebaiknya ia menggunakan penyegar mulut (mouthwash), jika tidak maka teman-teman yang lain akan enggan berbicara padanya. Hal ini ditanggapi Andy dengan membeli produk yang disarankan.
3. Pengaruh Ekspektasi-Nilai (Value Expressive Influence) 
Hal ini terjadi ketika individu merasa turut memiliki dan membentuk nilai dan norma dari suatu kelompok.
  • Contoh: Beberapa teman Andy secara rutin mengkonsumsi makanan organik. Pengaruhnya terhadap Andy bahwa ia menjadi berkesimpulan bahwa makanan organik baik untuk kesehatan dan Andy mulai mengkonsumsinya secara rutin pula.

B. PENGAMBILAN KEPUTUSAN KELUARGA 

Keluarga disini tidak sama dengan rumah tangga. Biro sensus Amerika (Hawkins, 2004) mendefinisikan suatu unit rumah adalah memiliki pintu masuk sendiri (baik di dalam maupun di luar) dan fasilitas dasar. Jika di sebuah unit rumah ternyata ada orang yang tinggal didalamnya, mereka disebut sebagai rumah tangga. Di dalam rumah tangga terdapat dua jenis anggota yaitu keluarga dan bukan keluarga.

Yang termasuk dalam rumah tangga bukan keluarga adalah orang yang tidak memiliki hubungan darah, yang tinggal bersama-sama, contohnya teman sekolah yang tinggal bersama. Sebaliknya sebuuah keluarga setidaknya beranggotakan dua orang: pemilik rumah dan seseorang yang berhubungan dengan pemilik rumah, baik berdasarkan hubungan darah, perkawinan, atau adopsi.

Pengambilan keputusan keluarga disini maksudnya adalah bagaimana anggota keluarga berinteraksi dan saling mempengaruhi satu sama lain ketika membuat pilihan pembelian. Berikut ini adalah beberapa peran keluarga dalam pengambilan keputusan membeli (Peter, J. Paul and Olson, Jerry C., 2005).

  1. Influencers. Memberikan informasi bagi anggota keluarga lainnya tentang suatu produk atau jasa.
  2. Gatekeepers. Mengontrol aliran informasi yang masuk ke dalam keluarga.
  3. Deciders. Memiliki kekuasaan apakah suatu produk atau jasa akan dibeli atau tidak.
  4. Buyers. Orang yang akan membeli produk atau jasa.
  5. Users. Mengkonsumsi atau menggunakan produk atau jasa.
  6. Disposers. Akan membuang suatu produk atau memberhentikan penggunaan suatu jasa.


C. MODEL PROSES PENGARUH PRIBADI, PEMBERI PENGARUH DAN IMPLIKASI STRATEGI PEMASARAN DARI PENGARUH PROBADI 

Model proses pengaruh pribadi menurut teori bekerja mempunyai 3 cara berbeda, yaitu:
  • Teori Menetes 
Pengaruh pribadi menyatakan bahwa kelas bawah kerap berusaha menyamai perilaku rekan imbangan mereka dari kelas yang lebih tinggi, khususnya dalam bidang mode dan gaya yang baru. Jenis pengaruh ini lebih lazim terjadi diantara rekan sebaya, yang dikenal juga sebagai pengaruh homofilius, suatu istilah yang mengacu pada pengiriman informasi diantara orang yang sama dalam kelas social, usia, pendidikan, dan karakteristik demografik. Contohnya, mode baju terbaru masa kini banyak di ikuti remaja yang baru gede, BBM, jejaring sosial.
  • Arus Dua Langkah 
Pengamatan yang dilakukan oleh Lazarsfeld dan para koleganya mengatakan bahwa gagasan baru dan pengaruh lain mengalir dari media massa menuju pemberi pengaruh, yang pada gilirannya meneruskan secara lisan kepada orang lain yang lebih pasif dalam mencari informasi dan jauh lebih sedikit terpapar pada media massa dan sumber lain. Namun kini banyak tidak sesuai dengan kenyataan pada masa sekarang, karena media massa memiliki dampak yang lebih besar dan luas, serta khalayak ramai sekarang sudah tidak sepasif dulu. Komunikasi lisan sama bila tidak lebih sering diprakarsai oleh penerima yang dapat dipercayai. Contoh : gosip.
  • Interaksi Banyak Tahap 
Penyebaran inovasi sebagian besar membatalkan keabsahan model arus dua langkah dengan memperlihatkan bahwa baik pemberi maupun pencari dipengaruhi oleh media massa. Sesungguhnya media massa dapat memotivasi pencari untuk merancang seseorang untuk mendapatkan sesuatu. Contoh : iklan di televisi maupun di radio.

Adapun pemberi pengaruh, mempunya beberapa generalisasi, yaitu:


a. Metode penelitian, ada 3 cara dasar untuk mengidentifikasikan seseorang yang memberi pengaruh:
  • Metode sosiometrik : orang diminta untuk mengidentifikasi orang lain yang mereka cari untuk mendapatkan informasi dalam pengambilan jenis keputusan tertentu
  • Metode informan- kunci : orang yang berpengatahuan digunakan untuk mengidentifikasi pemberi pengaruh didalam suatu system social.
  • Metode penunjukan diri : orang diminta mengevalusai sejauh mana mereka dicari untuk dimintai informasinya.
Dari ketiga dasar ini, biasanya yang banyak digunakan adalah dengan metode penunjukan diri karena memiliki keabsahan yang mudah diterima, sasarannya adalah untuk mengidentifikasi apakah kategori orang tertentu berfungsi sebagai pemberi pengaruh dan tidak menunjuk individu itu sendiri menurut nama.


b. Karakteristik adalah penerimaan seseorang antara satu sama lain di pengaruhi oleh gaya demografik, kegiatan social, sifat umum, kepribadian, gaya hidup, dan keterkaitan dengan produk.


c. Motivasi dalam hal ini diartikan sebagai kepuasan seseorang dari suatu produk sehingga orang tertarik untuk membeli produk tersebut.

Sementara implikasi strategi pemasaran dari pengaruh pribadi. Ada beberapa cara yang baik dalam hal memasarkan sesuatu, yaitu:


a. Memonitor isi pernyataan lisan: memonitor untuk mengetahui apakah pesan yang disampaikan dalam sebuah iklan benar-benar di mengerti olah si penerima sehingga tidak menimbulkan dampak yang salah atau salah persepsi.


b. Kepercayaan tunggal akan komunikasi lisan: percaya hanya pada komunikasi lisan untuk penjualan suatu produk hanya saat setelah melihat iklan produk tersebut yang pertama kali keluar.


c. Menggunakan pemberi pengaruh sebagai target pasar: iklan tidak hanya melalui media massa tapi bisa juga melalui selebaran, banner maupun baliho serta berjualan pada stand tertentu dalam suatu acara.
  • Contoh: pemberian sampel gratis pada produk makanan nuget, penjualan rokok pada acara musik.
d. Menstimulasi komunikasi lisan: manfaat dari meminjamkan suatu barang yang akan dipasarkan untuk diperagakan maupun untuk digunakan.
  • Contoh: Tes pada produk BB terbaru, tes pada produk laptop, tes drive pada sepeda motor keluaran terbaru.
e. Menciptakan pemberi pengaruh: melibatkan seseorang yang terkenal serta tampak mempunyai karakteristik seorang pemberi pengaruh.
  • Contoh: Menjadikan seorang artis terkenal sebagai brand ambasador dan menugaskan para artis tersebut untuk memasarkan suatu produk dan mempengaruhi konsumen untuk membeli.
f. Mengendalikan komunikasi lisan yang negatif: pengakuan perusahaan terhadap barang yang gagal dalam suatu produk tertentu.
  • Contoh: penarikan pada produk susu di Cina beberapa tahun yang lalu dikarenakan adanya bahan berbahaya melamin.

DAFTAR RUJUKAN 

  • Assael, & Henry (1998). Consumer Behavior and Marketing Action. 6th edition. Cengage Learning.
  • Hawkins, Del I, et al.(2004). Consumer Behavior: Building Marketing. 9th edition. NewYork: McGraw-Hill.
  • Kotler, Philip and Armstrong, Gary (2004). Principles of Marketing . 10th edition. NewJersey: Prentice Hall.
  • Kotler, Philip and Keller, Kevin Lane (2006). Marketing Management . 12th edition. New Jersey: Prentice Hall.
  • Peter, J. Paul and Donnelly JR, James H. (2004). Marketing Management: Knowledge and Skills . 7th edition. New York: McGraw-Hill.
  • Peter, J. Paul and Olson, Jerry C.. (2005). Consumer Behavior and Marketing. 7th edition. New York: McGraw-Hill.
Schiffman, Leon G. And Kanuk, Leslie Lazar (2004). Consumer Behavior. 8th edition. New Jersey: Prentice Hall.

PERILAKU KONSUMEN

A. Pengertian Perilaku Konsumen
Menurut Schiffman dan Kanuk (2004) adalah perilaku yang ditunjukkan konsumen dalam pencarian akan pembelian, penggunaan, pengevaluasian, dan penggantian produk dan jasa yang diharapkan dapat memuaskan kebutuhan konsumen.
Lain halnya dengan yang dikemukakan oleh Mowen (1998), yang mengatakan bahwa perilaku konsumen adalah studi unit-unit dan proses pembuatan keputusan yang terlibat dalam menerima, menggunakan dan penentuan barang, jasa, dan ide. Difinisi tersebut menggunakan istilah unit-unit pembuat keputusan, karena keputusan bisa dibuat oleh individu atau kelompok.
Adapun perilaku konsumen menurut Solomon (1999), perilaku konsumen adalah studi mengenai proses-proses yang terjadi saat individu atau kelompok penyeleksi, membeli, menggunakan, atau menghentikan pemakaian produk, jasa, ide, atau pengalaman dalam rangka memuaskan keinginan dan hasrat tertentu.

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
Menurut Schiffman dan Kanuk (2004), dan Engel, Blackwell, & Paul (dalam Saladin. 2003) beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam membeli adalah:
1. Faktor Sosial
a. Group (kelompok)
Sikap dan perilaku seseorang dipengaruhi oleh banyak grup-grup kecil. Kelompok dimana orang tersebut berada yang mempunyai pengaruh langsung disebut membership group (Kotler, Bowen, Makens. 2003).
b. Family Influence (pengaruh keluarga)
Keluarga memberikan pengaruh yang besar dalam perilaku pembelian. Para pelaku pasar telah memeriksa peran dan pengaruh suami, istri, dan anak dalam pembelian produk dan servis yang berbeda. (Kotler, Bowen, Makens. 2003).
c. Roles and Status (peran dan status)
Seseorang memiliki beberapa kelompok seperti keluarga, perkumpulan-perkumpulan, organisasi. Sebuah role terdiri dari aktivitas yang diharapkan pada seseorang untuk dilakukan sesuai dengan orang-orang di sekitarnya. Tiap peran membawa sebuah status yang merefleksikan penghargaan umum yang diberikan oleh masyarakat (Kotler dan Amstrong. 2006).

2. Faktor Personal
a. Economic Situatio (situasi ekonomi)
Situasi ekonomi seseorang amat sangat mempengaruhi pemilihan produk dan keputusan pembelian pada suatu produk tertentu (Kotler dan Amstrong. 2006).
b. Lifestyle (gaya hidup)
Pola kehidupan seseorang yang diekspresikan dalam aktivitas, ketertarikan, dan opini orang tersebut. Orang-orang yang datang dari kebudayaan, kelas sosial, dan pekerjaan yang sama mungkin saja mempunyai gaya hidup yang berbeda (Kotler dan Amstrong. 2006)
c. Personality and Self Concept
Personality adalah karakteristik unik dari psikologi yang memimpin kepada kestabilan dan respon terus menerus terhadap lingkungan orang itu sendiri (Kotler dan Amstrong. 2006). Tiap orang memiliki gambaran diri yang kompleks, dan perilaku seseorang cenderung konsisten dengan konsep diri tersebut (Kotler, Bowen, Makens. 2003).
d. Age and Life Cycle Stage (usia dan siklus hidup)
Orang-orang merubah barang dan jasa yang dibeli seiring dengan siklus kehidupannya. Rasa makanan, baju-baju, perabot, dan rekreasi seringkali berhubungan dengan umur, membeli juga dibentuk oleh familylife cycle. Faktor-faktor penting yang berhubungan dengan umur sering diperhatikan oleh para pelaku pasar . Ini mungkin dikarenakan oleh perbedaan yang besar dalam umur antara orang-orang yang menentukan strategi marketing dan orang-orang yang membeli produk atau servis. (Kotler, Bowen, Makens. 2003)
e. Occupation (pekerjaan)
Pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa yang dibeli. Contohnya, pekerja konstruksi sering membeli makan siang dari catering yang datang ke tempat kerja. Bisnis eksekutif, membeli makan siang dari full service restoran, sedangkan pekerja kantor membawa makan siangnya dari rumah atau membeli dari restoran cepat saji terdekat (Kotler, Bowen,Makens. 2003).
3. Faktor Psychological
a. Motivation (motivasi)
Kebutuhan yang mendesak untuk mengarahkan seseorang untuk mencari kepuasan dari kebutuhan. Berdasarkan teori Maslow, seseorang dikendalikan oleh suatu kebutuhan pada suatu waktu. Kebutuhan manusia diatur menurut sebuah hierarki, dari yang paling mendesak sampai paling tidak mendesak (kebutuhan psikologikal, keamanan, sosial, harga diri, pengaktualisasian diri). Ketika kebutuhan yang paling mendesak itu sudah terpuaskan, kebutuhan tersebut berhenti menjadi motivator, dan orang tersebut akan kemudian mencoba untuk memuaskan kebutuhan paling penting berikutnya (Kotler, Bowen, Makens. 2003).
b. Perception (persepsi)
Persepsi adalah proses dimana seseorang memilih, mengorganisasi, dan menerjemahkan informasi untuk membentuk sebuah gambaran yang berarti dari dunia. Orang dapat membentuk berbagai macam persepsi yang berbeda dari rangsangan yang sama (Kotler, Bowen, Makens. 2003).
c. Learning (pembelajaran)
Pembelajaran adalah suatu proses, yang selalu berkembang dan berubah sebagai hasil dari informasi terbaru yang diterima (mungkin didapatkan dari membaca, diskusi, observasi, berpikir) atau dari pengalaman sesungguhnya, baik informasi terbaru yang diterima maupun pengalaman pribadi bertindak sebagai feedback bagi individu dan menyediakan dasar bagi perilaku masa depan dalam situasi yang sama (Schiffman, Kanuk. 2004).
d. Beliefs and Attitude
Beliefs adalah pemikiran deskriptif bahwa seseorang mempercayai sesuatu. Beliefs dapat didasarkan pada pengetahuan asli, opini, dan iman (Kotler dan Amstrong. 2006). Sedangkan attitudes adalah evaluasi, perasaan suka atau tidak suka, dan kecenderungan yang relatif konsisten dari seseorang pada sebuah obyek atau ide (Kotler dan Amstrong. 2006).

4. Faktor Cultural
Nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan, dan perilaku yang dipelajari seseorang melalui keluarga dan lembaga penting lainnya (Kotler dan Amstrong. 2006). Penentu paling dasar dari keinginan dan perilaku seseorang. Culture, mengkompromikan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan, dan perilaku yang dipelajari seseorang secara terus-menerus dalam sebuah lingkungan. (Kotler, Bowen, Makens. 2003).
a. Subculture, sekelompok orang yang berbagi sistem nilai berdasarkan persamaan pengalaman hidup dan keadaan, seperti kebangsaan, agama, dan daerah (Kotler dan Amstrong 2006). Meskipun konsumen pada negara yang berbeda mempunyai suatu kesamaan, nilai, sikap, dan perilakunya seringkali berbeda secara dramatis. (Kotler, Bowen, Makens. 2003).
b. Social Class (kelas sosial), pengelompokkan individu berdasarkan kesamaan nilai, minat, dan perilaku. Kelompok sosial tidak hanya ditentukan oleh satu faktor saja misalnya pendapatan, tetapi ditentukan juga oleh pekerjaan, pendidikan, kekayaan, dan lainnya (Kotler dan Amstrong, 2006).

C. Proses Perilaku Konsumen
Menurut Schiffman dan Kanuk (2004), sebelum dan sesudah melakukan pembelian, seorang konsumen akan melakukan sejumlah proses yang mendasari pengambilan keputusan, yakni:
1. Pengenalan masalah (problem recognition).
Konsumen akan membeli suatu produk sebagai solusi atas permasalahan yang dihadapinya. Tanpa adanya pengenalan masalah yang muncul, konsumen tidak dapat menentukan produk yang akan dibeli.
2. Pencarian informasi (information source).
Setelah memahami masalah yang ada, konsumen akan termotivasi untuk mencari informasi untuk menyelesaikan permasalahan yang ada melalui pencarian informasi. Proses pencarian informasi dapat berasal dari dalam memori (internal) dan berdasarkan pengalaman orang lain (eksternal).
3. Mengevaluasi alternatif (alternative evaluation).
Setelah konsumen mendapat berbagai macam informasi, konsumen akan mengevaluasi alternatif yang ada untuk mengatasi permasalahan yang dihadapinya.
4. Keputusan pembelian (purchase decision).
Setelah konsumen mengevaluasi beberapa alternatif strategis yang ada, konsumen akan membuat keputusan pembelian. Terkadang waktu yang dibutuhkan antara membuat keputusan pembelian dengan menciptakan pembelian yang aktual tidak sama dikarenakan adanya hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan.
5. Evaluasi pasca pembelian (post-purchase evaluation)
Merupakan proses evaluasi yang dilakukan konsumen tidak hanya berakhir pada tahap pembuatan keputusan pembelian. Setelah membeli produk tersebut, konsumen akan melakukan evaluasi apakah produk tersebut sesuai dengan harapannya. Dalam hal ini, terjadi kepuasan dan ketidakpuasan konsumen. Konsumen akan puas jika produk tersebut sesuai dengan harapannya dan selanjutnya akan meningkatkan permintaan akan merek produk tersebut di masa depan. Sebaliknya, konsumen akan merasa tidak puas jika produk tersebut tidak sesuai dengan harapannya dan hal ini akan menurunkan permintaan konsumen di masa depan.

SUMBER :

Engel, J. F, Blackwell, R.D, Miniard, P.W. (1995). Perilaku konsumen jilid 2. Jakarta : Binarupa Aksara.
Kotler, P. & Armstong, G. (2006). Dasar-dasar Pemasaran. Alih bahasa: Alexander Sindoro, Jakarta: Prenhallindo.
Maulana. I. (2008). http://www.slideshare.net/keputusan-pembelian. diakses 07/10/2010
Mowen, J. C. & Michael M. (1998). Consumer Behavior. 4th ed. New Jersey: Prentice-Hall.
Schiffman, L. G. & Kanuk, L. L. (2004). Consumer Behavior, 8th ed. New Jersey: Prentice-Hall.
Solomon, Michael R. (1999). Consumer Behavior, 4th ed. New Jersey: Prentice-Hall.